Makassar, SmartFM - Pemerintah Kabupaten Luwu Utara menggelar Dialog Yurisdiksi bertajuk "Mendorong Kakao Berkelanjutan di Indonesia Melalui Ketertelusuran dan Inklusi Petani".
Kegiatan ini didukung oleh berbagai mitra internasional seperti Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD), Tropical Forest Alliance (TFA), PISAgro, Cocoa Sustainability Partnership (CSP), dan Solidaridad, serta melibatkan perwakilan Uni Eropa.
Dialog ini merupakan bagian dari inisiatif Sustainable Agriculture for Forest Ecosystems (SAFE) yang didanai Uni Eropa, Pemerintah Jerman, dan Belanda.
Di Asia Tenggara, SAFE difokuskan di Indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini, dan dijalankan oleh GIZ bersama konsorsium yang dipimpin oleh TFA dan IBCSD.
Sebagai salah satu sentra produksi kakao terbesar nasional, Luwu Utara dipilih menjadi lokasi dialog karena tingginya produksi kakao dan komitmen daerah terhadap pengembangan pertanian berkelanjutan.
Sekretaris Daerah Luwu Utara, Jumar Jayair Lussa, menekankan pentingnya sektor kakao bagi ekonomi daerah.
“Kakao menyumbang 22% terhadap PDRB kami. Luwu Utara juga dikenal sebagai pemasok kakao berkelanjutan dan bebas deforestasi yang telah menembus pasar Eropa,” ujar Jumar.
Eloise O’Carroll, Program Manager Delegasi Uni Eropa untuk Indonesia, menyebutkan bahwa permintaan global terhadap komoditas berkelanjutan menjadi peluang besar bagi daerah.
Meski impor kakao Uni Eropa dari Indonesia masih sekitar 5% (EUR 223 juta pada 2024), peluang untuk meningkat terbuka lebar jika standar keberlanjutan terpenuhi.
“Eropa, sebagai konsumen cokelat terbesar dunia, bisa menjadi pasar stabil bagi Indonesia. Dengan pencapaian signifikan Indonesia dalam menurunkan deforestasi, kini saatnya memperkuat ekspor kakao berkelanjutan,” jelas Eloise.
Dalam sambutannya secara daring, Bupati Luwu Utara, Andi Abdullah Rahim, menegaskan bahwa pertanian dan perkebunan tetap menjadi tumpuan utama pembangunan daerah.
“Kami siap berkoordinasi lintas sektor dan tingkatan demi mewujudkan transformasi ekonomi yang selaras dengan pembangunan berkelanjutan,” tegasnya.
Sementara itu, Direktur Hilirisasi Perkebunan Kementerian Pertanian, Sangkan M. Sitompul, menyoroti pentingnya percepatan penerbitan Surat Tanda Daftar Budidaya Elektronik (e-STDB) sebagai prasyarat kakao Luwu Utara bisa menembus pasar Uni Eropa.
“Pendaftaran e-STDB sangat penting untuk keterlibatan petani dalam tata niaga global. Kita butuh kolaborasi lintas aktor untuk percepat penerbitan,” katanya.
Dialog ditutup dengan praktik langsung pengisian e-STDB oleh 31 anggota kelompok tani dan 14 penyuluh.
Berbagai peluang kerja sama teridentifikasi, termasuk integrasi dengan skema perhutanan sosial dan dukungan terhadap akses petani pada benih serta pupuk berkualitas.
Yeni, Country Manager Solidaridad Indonesia, menegaskan pentingnya peran kabupaten dalam koordinasi lintas pihak untuk menyatukan langkah dan mendorong ekspor kakao Luwu Utara yang memenuhi standar global.
“Tujuan akhirnya adalah menjadikan Luwu Utara sebagai kabupaten pengekspor kakao berkelanjutan ke pasar Eropa,” pungkasnya.