Tak Kunjung Usai, Bastian Lubis Sebut Korupsi di Indonesia 'Dipelihara'

6 Januari 2025 13:48 WIB
Ilustrasi korupsi
Ilustrasi korupsi ( Dok istimewa )

Makassar, smartFM - Pemberantasan korupsi di era reformasi dari tahun ke tahun semakin tidak jelas. Bahkan cenderung dipelihara. Itu disampaikan Peneliti Senior Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Patria Artha/ PUKAT UPA, Bastian Lubis dalam keterangannya secara daring, baru-baru ini. "Setiap saat tidak ada hari tanpa pemberitaan kasus korupsi diramaikan di media sosial," ujarnya.

Parahnya kata Bastian, lembaga-lembaga penegak hukum seperti KPK, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan sampai dengan Lapas seakan-akan sibuk berkinerja baik, tapi nyatanya biasa-biasa saja. Salah satu kasus korupsi yang cukup menggemparkan ialah korupsi PT Timah dengan nilai fantastis yakni Rp300 Triliun. Ironisnya, si pelaku yakni Harvey Moeis hanya dijatuhi hukuman 6,5 tahun dengan denda 1 Miliar.

"Tetapi sudah berapa anggaran negara untuk proses yang bersangkutan yang diduga sudah lebih dari 3 Miliar dari APBN, ini sangat ironis sekali,"sebutnya.

Karena itu, PUKAT UPA sepakat dengan Presiden Prabowo dalam beberapa pidatonya yang menyebut tidak akan memaafkan para koruptor meski telah mengembalikan hasil korupsinya secara diam-diam.

Ini akan sangat berbahaya karena akan terjadi transaksional tawar menawar. "Jadi akan bertambah tumbuh suburnya korupsi. Saat ini kalau orang korupsi dan ketahuan ya dipulangkan saja atau disetor saja dananya semua jadi selesai, ini yang harus dihindari," ucapnya.

Kalau ini terjadi, lanjutnya, maka negara akan bangkrut APBN dan APBD serta BUMD hanya untuk urusan korupsi sehingga tidak akan fokus untuk masa depan. Lebih jauh, Bastian menyebut, berdasarkan analisa PUKAT UPA, ada 5 hal penyebab korupsi di Indonesia kian subur.

Pertama, pejabat yang selama ini diserahkan dalam pengelolaan keuangan banyak yang tidak memahami tupoksinya sebagai PA, KPA, PPTK, TAPD, Bendahara sesuai UU 17/2003 dan UU 1 tahun 2004. Mereka akhirnya tidak punya prinsip independensi dan akuntable terhadap uang negara yang dikelolanya. "Ini berlaku bagi semua pejabat yang menggunakan uang negara termasuk Lembaga-Lembaga tinggi sampai dengan Kepala Desa," ucap Bastian.

Baca Juga: Pegiat Anti Korupsi Bersatu Dukung Program Presiden Prabowo

Kedua, tidak optimalnya fungsi instansi pengawasan baik internal maupun eksternal yang selama ini telah banyak mendapat previlige dalam alokasi penggunaan anggaran negara/daerah. Lembaga pengawasan internal dalam hal ini Inspektorat, Irjen/SPI, selama ini tidak optimal memberikan bimbingan untuk mencegah terjadi penyimpangan atau korupsi. Mereka lebih banyak sibuk urusannya sendiri.

Selain itu, kata Bastian, tidak terlalu difungsikannya BPKP sebagai Koordinator Pengawas Internal Pemerintah menyebabkan tidak ada kejelasan masing-masing pengawasan pada instansi-instansi atau jalan sendiri-sendiri. "Tupoksi BPKP dalam mengkoordinir pengawas di masing-masing instansi pemerintah akan ada satu kesatuan prinsip dalam memperbaiki/mencegah terjadinya korupsi," pungkasnya.

95.9 fm
97.8 fm
101.1 fm
101.1 Mhz fm
101.2 fm
101.8 fm