“Kalau kanal gelap, kumuh, dan tidak punya jalur inspeksi, ya sulit kita kelola. Padahal kita sudah punya aturan soal jalur inspeksi. Harus ada payung hukum bersama untuk menata ulang kanal ini,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Kepala BBWS Pompengan Jeneberang, Dr. Suryadarma Hasyim menyampaikan bahwa pihaknya terus mendorong pendekatan terpadu dalam pengelolaan wilayah sungai, termasuk di dalamnya Wilayah Sungai Pohon, yang menjadi bagian dari mandat BBWS di Sulawesi Selatan.
“Wilayah Sungai Pohon ini meliputi 21 kabupaten dan 3 kota, termasuk Makassar. Pendekatannya harus lintas sektor dan lintas wilayah. Kita tidak bisa bekerja sendiri,” jelas Suryadarma.
Ia menjelaskan bahwa BBWS saat ini tengah menyelesaikan beberapa proyek besar, salah satunya adalah pembangunan Bendungan Bili-lili, yang memiliki fungsi ganda sebagai konservasi air, pengendali banjir, dan penyedia air baku bagi PDAM Kota Makassar. Proyek ini ditargetkan rampung pada 2028 dan dibiayai melalui pinjaman luar negeri.
Namun, menurut Suryadarma, banjir besar yang terjadi pada Februari 2019 menunjukkan bahwa risiko tidak hanya berasal dari Sungai Jeneberang, melainkan juga dari Sungai Jenelata yang saat itu belum memiliki pengendalian banjir yang memadai.
“Makanya pendekatannya harus menyeluruh, tidak bisa hanya mengandalkan satu sungai. Kita juga perlu memastikan area-area resapan tidak terus beralih fungsi menjadi perumahan,” ungkapnya.
Dua Daerah Aliran Sungai (DAS) utama yang memengaruhi kondisi hidrologis Kota Makassar adalah DAS Jeneberang dan DAS Tallo. BBWS mencatat bahwa DAS Jeneberang sendiri terdiri atas 58 sub-DAS, termasuk DAS Celah Batu yang juga mencakup wilayah Kabupaten Bone.
Sejumlah infrastruktur penanganan banjir telah dan sedang dibangun, seperti Kolam Regulasi Nipa-nipa, waduk tunggu Pampang, dan berbagai kolam retensi di kawasan padat penduduk. Namun, tantangan utama masih datang dari minimnya ruang terbuka dan kawasan resapan air yang terus berkurang akibat pembangunan masif.
“Semua ini harus disinergikan. Pemerintah kota, kabupaten, provinsi, dan pemerintah pusat harus duduk satu meja. Kita perlu masterplan yang komprehensif dan eksekusi yang terkoordinasi,” tegas Suryadarma.
Pertemuan ini diakhiri dengan komitmen bersama antara Pemkot Makassar dan BBWS untuk menyusun peta jalan pengendalian banjir yang realistis dan dapat dijalankan dalam jangka menengah hingga panjang. Kedua pihak sepakat untuk membentuk tim teknis gabungan yang akan menyusun prioritas intervensi, perencanaan anggaran, dan strategi kolaborasi antar-lembaga.
“Kita butuh pendekatan yang terintegrasi, bukan hanya proyek jangka pendek. Yang kita cari bukan sekadar membuang air, tapi bagaimana melindungi warga dan menciptakan kota yang lebih tangguh menghadapi perubahan iklim,” tutup Munafri.