Makassar, SmartFM — Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) tengah mengajukan perpanjangan masa relaksasi kewajiban pemasangan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) atau Vessel Monitoring System (VMS) bagi kapal nelayan.
Langkah ini diambil sebagai respons atas kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) RI yang mulai berlaku per 1 April 2025. Dalam aturan baru tersebut, kapal nelayan diwajibkan bermigrasi ke sistem perizinan pusat dan menggunakan VMS sebagai salah satu syarat penerbitan Surat Laik Operasi (SLO).
“Hal ini sudah kami tindaklanjuti sejak Jumat. Hari ini kami juga akan melaksanakan rapat koordinasi virtual bersama pihak Kementerian,” ujar Kepala DKP Sulsel, Muhammad Ilyas.
Kewajiban pemasangan VMS berlaku bagi kapal dengan kapasitas 32 Gross Tonnage (GT) ke atas, serta kapal berkapasitas 5-30 GT yang beroperasi di wilayah lebih dari 12 mil laut.
Menurut Ilyas, keberadaan VMS menjadi syarat mutlak bagi kapal yang sudah berpindah ke izin pusat. Tujuannya untuk mengontrol hasil tangkapan ikan, memastikan distribusi yang tepat, serta menjaga keberlanjutan sumber daya laut.
Tanpa SLO dan Surat Perintah Berlayar (SPB), kapal tidak diizinkan melaut. Di Sulsel, terdapat 382 unit kapal perikanan yang sudah terdata lengkap. Jika aturan ini langsung diterapkan tanpa relaksasi tambahan, Ilyas menilai hal tersebut dapat mengganggu stabilitas produksi pangan akuatik, memicu inflasi, serta mengancam mata pencaharian para nelayan.
“Regulasinya, 31 Maret adalah batas akhir masa relaksasi. Setelah itu, otomatis SLO dan SPB tidak dapat diterbitkan,” jelasnya.
Sebagai solusi jangka panjang, Pemprov Sulsel berencana mengalokasikan anggaran subsidi pengadaan VMS dalam APBD Perubahan 2025 khusus untuk kapal berukuran di bawah 30 GT.
“Ini bentuk dukungan kami agar kapal-kapal kecil tetap bisa beroperasi. Kalau mereka tidak melaut, dampaknya ke ekonomi cukup besar,” imbuh Ilyas.
Ketua DPD Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulsel, Andi Chairil Anwar, menyambut positif langkah Pemprov Sulsel. Ia menekankan pentingnya keberadaan VMS agar nelayan tidak dianggap ilegal dan terhindar dari sanksi hukum.
“Kalau tidak ada itu (VMS), artinya ilegal. Teman-teman nelayan bisa kena sanksi dari aparat. Kami sudah lihat suratnya, dan kami menilai Pemprov sangat responsif,” ujar Chairil.
VMS merupakan sistem berbasis satelit yang mampu memantau pergerakan kapal secara real-time. Kebijakan ini merupakan bagian dari program transisi menuju penangkapan ikan secara terukur untuk memberantas praktik ilegal dan eksploitasi berlebih.
Namun, banyak pihak menilai implementasinya masih perlu mempertimbangkan kesiapan nelayan, terutama dari sisi biaya dan ketersediaan infrastruktur pendukung.