Tips Perusahaan Hadapi Quiet Quitting agar Produktivitas Tetap Terjaga

17 Juli 2025 12:59 WIB
Ilustrasi fenomena quiet quitting pada karyawan.
Ilustrasi fenomena quiet quitting pada karyawan. ( freepik.com )

Radiosmartfm.com - Semakin meningkatnya kesadaran terhadap kesehatan mental, semakin banyak pula istilah-istilah baru yang muncul. Salah satunya adalah β€œquiet quitting”, yang menggambarkan suatu di mana seseorang hanya melakukan pekerjaan seminimal mungkin dan tidak memiliki dorongan untuk mencapai lebih dari yang diwajibkan.

Menurut Anette Isabella, Psikolog, situasi seseorang yang sedang berada dalam tahap quiet quitting bisa saja merupakan hal yang wajar, namun juga dapat didasari oleh alasan yang kurang sehat atau tidak positif.

Meskipun saat menerapkan quiet quitting, kecenderungan untuk mencapai work-life balance bisa lebih mudah tercapai karena tingkat stres yang lebih rendah akibat tidak bekerja secara berlebihan dan tidak merasa tertekan dalam mengejar pencapaian karier.

Akan tetapi, latar belakang seseorang menjadi tidak lagi memiliki passion dalam pekerjaannya, perlu ditelusuri lebih dalam. Bisa jadi ada faktor tertentu yang memengaruhi hilangnya dorongan untuk berkembang atau meraih pencapaian yang lebih besar.

Baca Juga: Indonesia Setujui Tarif 0 Persen untuk AS, Ini Alasan di Baliknya

β€œHal ini penting untuk diperiksa, karena meskipun quiet quitting dapat memberikan dampak positif seperti stres yang lebih rendah, di sisi lain seseorang bisa saja terjebak dalam zona abu-abu, bekerja tanpa semangat profesionalisme dan berinteraksi dengan rekan kerja sekadarnya saja,” jelas Anette dalam wawancara bersama Smart FM dalam Program Podcast Smart (17/07/2025)

Situasi pandemi COVID-19 ternyata turut memengaruhi kecenderungan seseorang untuk menerapkan quiet quitting di masa sekarang. Sebelum pandemi, banyak orang terbiasa menjalani aktivitas yang padat. Namun saat pandemi, kebiasaan itu terpaksa berhenti. Ketika situasi mulai membaik, tidak semua orang mampu kembali bekerja dengan intensitas yang sama seperti sebelumnya.

Seseorang yang berada dalam fase quiet quitting juga bisa memengaruhi budaya kerja di kantor jika tidak disadari oleh pihak perusahaan. Terlebih jika perusahaan tidak memandang hal ini sebagai isu serius. Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran penuh dari semua pihak.

Jika terdapat karyawan yang mengalami kondisi serupa, perusahaan, baik atasan, HRD, maupun rekan kerja, perlu memberikan arahan yang tepat untuk meluruskan kembali budaya kerja yang sehat.

Baca Juga: Bijak Menyikapi Penurunan Suku Bunga: Saran dari Para Ahli Keuangan

Halaman Berikutnya
PenulisTesa Dabur
95.9 fm
97.8 fm